Bismillah,
Malu adalah fitrah manusia, namun kadar malu terkadang bisa berubah (bertambah maupun berkurang) ketika seseorang bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan, minset, maupun kebiasaan.
Dalam islam telah diatur bagaimana cara mengatur rasa malu ini, dalam sebuah hadist disebutkan,
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَنْصَارِي البَدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ” رَوَاهُ البُخَارِي.
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya di antara perkataan kenabian terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!’” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 3484, 6120]
Dari keterangan hadist tersebut, bukan membolehkan kita melakukan perbuatan sesuka kita jika tidak malu. Namun sebaliknya kita perlu memiliki sifat malu agar tidak berbuat berdasarkan keinginan nafsu, karena dalam hadiat lainnya disebutkan,
جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ . ثُمَّ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ.
Jibril ‘alaihis-salam datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata (kepada beliau): “Wahai Muhammad, hiduplah sekehendakmu (namun ingatlah) selanjutnya engkau benar-benar akan mati, cintailah siapa saja yang engkau cintai (namun ingatlah) selanjutnya engkau benar-benar akan berpisah dengannya, dan berbuatlah sekehendakmu (namun ingatlah) selanjutnya benar-benar engkau akan menerima balasan dari apa yang engkau perbuat”, lalu dia berkata lagi : “wahai Muhammad, kemuliaan seorang mu’min terletak pada shalat malam dan kehormatannya terletak pada ketidakbutuhannya kepada manusia” (Lafadh berdasarkan periwayatan Al Hakim dalam Al Mustadrak IV/360 hadits ke-7921)
Pada dasarnya apabila seseorang memiliki rasa malu maka itu adalah kebaikan, sebagaimana sabda rasul:
الحياء لا يأتى الا بخير
“Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan ”.(HR. Bukhari no. 6117).
Tetapi, sifat malu akan menjadi tercela apabila kita salah dalam meletakkan sifat malu ini, seperti membenturkan sifat malu dengan kebaikan. Diantara contohnya adalah:
- Malu ketika menegakkan hak² Allah, dapat berupa: meninggalkan sholat berjamaah karena malu, berhenti/tidak belajar agama/mendatangi kajian karena malu, dan lainnya
- Malu ketika menegakkan hak² Makhluk Allah, dapat berupa: malu ketika menagih hutang atau membayar hutang, malu memberi salam, malu saat gotong royong, dan lainnya.
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar
Jika ada kesalahan, mohon agar diluruskan
Jika ada kritik/saran, silahkan diajukan
Harap tinggalkan Jejak dengan nmenyertakan apresiasi maupun komentar dan saran anda yang membangun. Agar memberi motivasi bagi kami dalam menegakkan syiar Islam, In Syaa Allah.
Barakallah, syukron telah berkunjung